Pendidikan Kewarganegaraan 1


Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
            Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan tidak sampai di waktu sekolah saja, tetapi di perguruan tinggi pun kita wajib mempelajari pendidikan kewarganegaraan kembali. Karena melalui pendidikan kewarganegaraan kita dapa mengetahui serta menyadari semangat para pejuang-pejuang bangsa terdahulu dalam memperoleh kemerdekaan dengan begitu sulitnya hingga titik darah pengahabisan dalam memeperjuangkannya.
Begitu banyak sekali manfaat yang bisa kita pdapatakn dari pendidikan kewarganegaraan seperti etika, moral, norma dan masih banyak lagi yang bisa kita pelajari. Dewasa ini Banyak sekali kalangan-kalangan yang tidak dapat memahami betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan, contoh nyatanya terlihat dalam diri mahasiswa yang sering kali bentrok pada saat berdemonstrasi dengan para aparat hukum. Padahal mengaku seorang mahasiswa yang berpengetahuan dan berakhlak tinggi, namun berperilaku seperti tidak mencerminkan seorang mahasiswa semana mestinya. Dari kejadiaan ini kita dapat menyimpulkan bahwa masih banyak masyarakat yang belum mengetahui betapa pentingnya pendidikan kewarganegaraan itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan
            Landasan hukum dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia dijelaskan dalam sebagai berikut yaitu :
1. Pertama tertuang dalam UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945 : Alinea kedua dan keempat ( meliputi cita-cita, tujuan, aspirasi bangsa Indonesia tentang kemerdekaan).
b. Pasal 27 ayat 1 : Kesamaan kedudukan warga negara didalam hukum dan pemerintahan.
c. Pasal 27 ayat 3 : Hak dan kewajiban warga negara dalam upaya warga negara.
d. Pasal 30 ayat 1 : Hak dan kewajiban warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
e. Pasal 31 ayat 1 : Hak warga Negara mendapatkan pendidikan.
2. UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
3. Surat Keputusan Dirjen DIKTI Nomor 43/DIKTI/Kep/2006 tentang rambu-rambu pelaksanaan kelompok pengembangan kepribadian dan perguruan tinggi.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

            Ada beberapa tujuan dalam pendidikan kewarganegaraan, yang meliputi beberapa hal yaitu:
1. Supaya mahasiswa dapat saling menghargai dan menghormati antar sesama baik yang berbeda agama, ras, ataupun suku.
2. Supaya mahasiswa dapat menguasai permasalahan yang ada di bidang politik, hukum, ataupun HAM.
3. Supaya mahasiswa dapat memiliki sikap tenggang rasa, saling menghormati, dan cinta terhadap tanah air sendiri yaitu Republik Indonesia.
4. Supaya mahasiswa dalam menghadapi suatu masalah dapat berpikir jernih, memikirkan dampak jangka panjangnya dan kritis.
5. Supaya mahasiswa menjadi warga Negara yang baik dan mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa agar selalu tetap utuh selamanya.

Demokrasi.
            Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
            Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
            Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih). Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
            Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
            adalah pendidikan dasar bela negara guna menumbuhkan kecintaan kepada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan akan kebenaran Pancasila sebagai ideologi negara, kerelaan berkorban untuk negara, serta memberikan awal bela negara.

Definisi Bela Negara.
            Bela Negara adalah tekad, sikap dan tindakan yang teratur, menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia serta keyakinan akan kebenaran Pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan berkorban guna meniadakan setiap ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri, yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yurisdiksi nasional serta nilai – nilai Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.

Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
Situasi NKRI Terbagi dalam Periode-periode.
Periode yang dimaksud tersebut adalah yang berkaitan dengan kepentingan sejarah perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Pendidikan Bela Negara berkembang berdasarkan situasi yang dihadapi oleh penyelengaraan kekuasaan. Periode-periode tersebut addalah sebagai berikut :
1.    Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai tahun 1965 disebut periode lama atau Orde lama.
2.   Thun 1965 sampai tahun 1998 disebut periode baru atau Orde baru.
3.   Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi.

1.     Pada Periode Lama Bentuk Ancaman yang Dihadapi adalah Ancaman Fisik Ancaman yang datangnya dari dalm maupun dari luar, langsung maupun tidak langsung, menumbuhkan pemikiran mengenai cara menghadapinya. Pada tahun 1954, terbitlah produk Undang-Undang tentang Pokok-pokok Parlementer Rakyat (PPPR) dengan Nomor: 29 tahun 1954.
2.    Periode Orde Baru dan Periode Reformasi
Ancaman yang dihadapi dalam periode-periode ini berupa tantangan non fisik dan gejolak social.Untuk mewujudkan bela Negara dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berangsa, dan bernegara yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan strategis baik dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak langsung, bangsa Indonesia pertama-tama perlu membuat rumusan tujuan bela Negara. Tujuannya adalah menumbuhkan rasa cinta tanah air, bangsa dan Negara. Untuk mencapai tujuan ini, bangsa Indonesia perlu mendaptakan pengertian dan pemahaman tentang wilayah Negara dalam persatuan dan kesatuan bangsa.


Hak Asasi Manusia.
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada semua umat manusia, apapun jenis kebangsaan, tempat tinggal, gender, asal-usul kebangsaan atau etnis, warna kulit, agama, bahasa, atau status lainnya. Kita semua sederajat untuk mendapatkan hak asasi manusia kita tanpa adanya perbedaan. Hak-hak ini semua saling terkait, saling tergantung dan tidak terpisahkan.
Hak asasi manusia universal lebih sering diekspresikan dan dijamin oleh hukum, dalam bentuk perjanjian, hukum kebiasaan internasional, prinsip-prinsip umum dan sumber-sumber hukum internasional. Hukum hak asasi manusia internasional meletakkan kewajiban Pemerintah untuk bertindak dengan cara tertentu atau untuk menahan diri dari tindakan-tindakan tertentu, dalam rangka untuk mempromosikan dan melindungi hak asai manusia dan kebebasan dasar individu atau kelompok.
Universal dan tidak dapat dicabut
Prinsip universalitas hak asasi manusia adalah landasan hukum hak asasi manusia internasional. Prinsip ini, pada awalnya ditekankan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948, telah menegaskan dalam berbagai konvensi internasional hak asasi manusia, deklarasi, dan resolusi. Di tahun 1993 di Vienna, Konferensi Dunia Hak Asasi Manusia, contohnya, mencatat bahwa sudah merupakan kewajiban suatu negara untuk mempromosilan dan melindungi semua hak asasi manusia dan kebebasan mendasar, terlepas dari politik mereka, ekonomi dan sistim kebudayaan.
Semua negara telah meratifikasi minimal satu, dan 80% dari Amerika telah meratifikasi empat atau lebih, dari perjanjian inti hak asasimanusia, mencerminkan persetujuan dari negara yang menciptakan kewajiban hukum bagi mereka dan memberikan ekspresi nyata untuk semesta. Beberapa norma-norma mendasar hak asasi manusia menikmati perlindungan universal dengan hukum kebiasaan internasional di semua batas-batas dan peradaban.
Hak asasi manusia tidak dapat dicabut. Mereka tidak dapat diambil begitu saja, kecuali pada situasi-situasi spesifik tertentu dan berdasarkan prosedur. Contohnya, hak atas kebebasan dapat dibatasi jika seseorang ditemukan bersalah dari kejahatan oleh pengadilan hukum.
Saling tergantung dan tak terpisahkan
Semua hak asasi manusia tak terpisahkan, baik itu hak sipil maupun politik, seperti hak untuk hidup, persamaan dimuka hukum, dan kebebasan berekspresi; hak ekonomi, hak sosial, dan hak budaya, seperti hak untuk bekerja, keamanan sosial dan pendidikan, atau hak kolektif, seperti hak untuk pengembangan dan penentuan nasib sendiri, adalah tak terpisahkan, saling terkait dan saling tergantung. Penyempurnaan terhadap suatu fasilitas yang tepat menimbulkan kemajuan bagi yang lainnya. Begitu juga perampasan suatu hak memberikan dampak kerugian bagi yang lainnya.
Sama dan tidak diskriminatif
Non-diskriminasi adalah prinsip lintas sektor dalam hukum HAM Internasional. Prinsipnya adalah hadir dalam semua perjanjian utama hak asasi manusia dan menyediakan tema sentral dari beberapa konvensi internasional hak asasi manusia seperti Konvensi Internasional tentang Penghapusan Bentuk Diskriminasi Rasial dan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar